Saturday, January 27, 2007

Frekuensi Hubungan Seks Ideal, part 1

Seberapa seringkah hubungan seks pasangan suami istri yang bisa dibilang ideal? Pertanyaan seperti ini mungkin sering mengganggu atau membuat penasaran, tetapi tak banyak yang bisa menjawab masalah ini dengan tepat.

Lagi pula, pembicaraan soal ini pasti jarang anda lakukan, mengingat masalah seks biasanya bukanlah topik pembicaraan yang dapat anda bahas begitu saja. Untunglah, baru-baru ini, ada sebuah penelitian tentang frekuensi hubungan seks, yang dilakukan oleh Durex, produsen kondom terkenal di dunia.

Jarang = Tidak Sehat
Dari hasil survei yang diadakan perusahaan kondom tersebut di Amerika Serikat, terlihat bahwa frekuensi hubungan seks pasangan menikah di sana amat beragam. Tetapi sebagai gambaran kasar ada sekitar 60 persen responden yang mengaku melakukan hubungan seks paling tidak satu kali seminggu. Sedangkan responden yang mengaku melakukan hubungan seks bersama pasangannya setiap hari cuma empat persen. Jadi bisa dibilang, frekuensi hubungan seks kebanyakan pasangan di Amerika Serikat minimal satu kali seminggu. Idealkah frekuensi bercinta seperti itu?

"Secara umum, semakin jarang frekuensi bercinta suatu pasangan, semakin tidak sehat perkawinan tersebut," papar Mark Goulston, Ph D, seorang terapis perkawinan. Soalnya, menurut Goulston, setiap pasangan menikah biasanya memiliki kebutuhan frekuensi hubungan seks yang berbeda. Jika frekuensi hubungan seks dalam pasangan tersebut relatif jarang, maka pihak yang kebutuhan seksnya lebih besar pasti akan merasa kebutuhannya tersebut kurang terpenuhi, atau malah bisa merasa frustrasi karena pasangannya kurang memperhatikan kebutuhannya.

Jarang Bisa Jadi Masalah
Hubungan seks yang relatif jarang, kalau dibiarkan tanpa pemecahan bisa menjadi masalah yang cukup serius bagi pasangan suami istri. Pendapat tersebut dikemukakan oleh Dr Bonnie Eaker Weil, seorang dokter seksologi, yang menekankan pentingnya hubungan seks untuk pasangan menikah. "Sentuhan, belaian, kontak fisik dan seks merupakan perekat yang menyatukan pasangan," kata Dr Weil.

Soalnya, ketika melakukan hubungan seks tubuh memproduksi hormon endorphin, yang menyebabkan timbulnya sensasi yang menyenangkan. Karena sensasi menyenangkan tersebut timbul karena aktivitas seks dengan pasangan, maka muncul asosiasi antara perasaan menyenangkan dengan pasangan. Logikanya, jika frekuensi hubungan intim rendah, maka tingkat kekuatan asosiasi tersebut juga menjadi lemah.

Hal senada juga diungkapkan oleh Goulston, yang berangkat dari data-data tentang para kliennya. "Ada korelasi antara frekuensi hubungan seks dengan masalah dalam perkawinan. Pasangan suami istri yang memiliki masalah rumah tangga berat dan datang kepada saya biasanya memiliki frekuensi hubungan seks yang rendah, hanya sekitar satu kali setiap bulannya,” ujar Goulston.

Bahkan, tambah Goulston, ada pasangan yang hanya tiga bulan sekali berhubungan seks, dan beberapa lagi menyatakan sudah setahun lamanya tidak berhubungan seks. Sedangkan pasangan suami istri yang hubungannya baik-baik saja, menurut data yang dimilikinya, minimal berhubungan seks satu atau dua kali dalam seminggu.

No comments: